Bercerita mengenai Indonesia seakan tak ada habisnya. Negara yang terkenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya ini juga penuh dengan tempat-tempat indah nan eksotis.
Mungkin ada beberapa tempat yang belum terkenal dan familiar di telinga kalian justru sangat terkenal di kalangan turis mancanegara. Salah satunya adalah Desa Adat Wae Rebo yang terletak di pedalaman Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Sayangnya desa adat ini masih jarang terdengar di kalangan wisatawan domestik dan justru sudah sangat terkenal di kalangan wisatawan asing. Pada tahun 2021, desa ini juga sempat masuk dalam daftar 50 besar desa wisata terbaik di Ajang Dewa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
Penasaran? Yuk simak terus penjelasan di bawah ini!
Sekilas Desa Waerebo
Wae Rebo adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Terletak di ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut membuatnya terisolasi dan jauh dari peradaban manusia.
Meski begitu, letaknya yang cukup terpencil dan berada di ketinggian justru membuat desa ini terasa spesial. Bagaimana tidak, para wisatawan yang datang dapat merasakan bagaimana tinggal di negeri diatas awan.
Menariknya berdasarkan penuturan para tetua adat di Waerebo, masyarakat adat Wae rebo merupakan keturunan orang Minang, suku adat asli Sumatera Barat.
Konon nenek moyang mereka bernama Empo Maro adalah seorang asli Minangkabau yang berlayar dari Pulau Sumatera hingga ke Labuan bajo. Setelah lama hidup berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lainnya, akhirnya tepat pada 1.080 tahun lalu beliau memutuskan untuk menetap di Lembah Golo Pando yang sekarang dikenal dengan Wae Rebo.
Desa Wae Rebo menawarkan wisata Budaya dan alam yang sangat asri dan unik. Setibanya disini, kalian akan disuguhkan dengan hamparan rumput hijau dengan latar belakang pegunungan nan indah.
Terkadang desa ini juga diselimuti kabut tebal yang menjadi pesona desa sehingga memberikan kesan magis, namun damai, tenang, dan sejahtera.
Seperti yang bisa kalian lihat, di kampung ini hanya terdapat 7 rumah adat berbentuk kerucut atau biasa disebut sebagai “Mbaru Niang”. Diantara ketujuh rumah adat tersebut, ada satu rumah yang menjadi Mbaru Niang Utama.
Arsitekturnya sendiri mengadopsi Rumah Gadang dengan Niang Dangka, yang bertanduk rangkap dua dan dijadikan satu. Niang Dangka memiliki tinggi 15 meter dengan susunan 5 lantai.
Setiap lantainya memiliki fungsi tersendiri dari tempat tinggal hingga ritual adat. Satu Mbaru niang bisa ditinggali 6 hingga 8 keluarga.
Pada tahun 2012 silam, Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. Hal ini karena kampung ini merupakan salah satu kampung adat yang masih mempertahankan warisan budaya.
Rute Menuju Desa
Perjalanan menuju desa ini pun cukup jauh dan menantang sehingga diperlukan perjuangan ekstra. Namun dibalik itu semua akan ada keindahan alam yang menantimu dan keindahan tersebut tidak bisa kamu dapatkan dimana pun.
Dilansir dair situs penginapan.net,Titik awal keberangkatan dimulai dari Labuan Bajo. Kemudian dari Labuan Bajo, kamu bisa melanjutkan perjalanan ke Ruteng dengan menyewa kendaraan atau naik travel. Perjalanan dari Labuan Bajo ke Ruteng akan memakan waktu sekitar 3-4 jam.
Lalu dari Ruteng, kalian bisa naik ojek menuju ke Desa Denge dengan harga sekitar Rp150-200 ribu sekali jalan. Perjalanan adari Ruteng ke Denge akan memakan waktu sekitar 3-4 jam. Desa Denge adalah kampung terakhir yang dapat diakses dengan kendaraan bermotor.
Disinilah perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai. Kalian mau tidak mau harus berjalan kaki atau trekking untuk sampai di Wae Rebo lantaran akses jalannya hanya berupa jalan setapak.
Kalian tak perlu binggung, setibanya disana kalian dapat bertanya pada penduduk setempat mengenai rute menuju desa Wae Rebo. Dalam perjalanan, kalian hanya akan menemukan 2 pos dimana nantinya penduduk setempat akan mengantarkanmu menuju pos pertama.
Dari pos 1 ke pos 2, kira-kira akan memakan waktu sekitar 1-2 jam perjalanan. Dar sini perjalana akan lebih menantang karena medannya yang cukup terjal dan mulai masuk area hutan yang menanjak.
Selama perjalanan kalian akan menyusuri rerimbunan hutan lebat dan menyebrangi sungai. Samping kanan atau kiri kalian berupa jurang yang cukup dalam sehingga kalian perlu berhati-hati.
Sesampainya di pos 2, kabarnya kalian diminta untuk membunyikan kentongan. Kentongan itu sebagai tanda kepada penduduk di desa Wae Rebo bahwa akan ada tamu yang berkunjung. Kemudain kalian bisa melanjutkan perjalanan dari pos 2 ke Wae Rebo sekitar 1 jam.
Hal Penting Setibanya di Desa Wae Rebo
Setelah menempuh perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan, tibalah kalian di Desa Wae Rebo. Setibanya kalian akan langsung disambut warga setempat dan pemuka adat dengan ramah.
Namun disini kalian tidak bisa langsung berkeliling desa. Kalian harus mengikuti upacara adat terlebih dahulu dan akan diantar menuju rumah adat utama. Kabarnya disini pengunjung akan dimintai uang pa’u wae lu’u sekitar Rp 50.000 yang digunakan untuk meminta izin pada leluhur Wae Rebo supaya pengunjung dilindungi selama ada di desa dan juga saat perjalanan pulang.
Setelah rangakain acara adat itu udah kalian lakukan, barulah kalian bisa berkeliling desa. Apabila kalian tertarik untuk menginap kalian bisa tinggal di rumah adat penduduk setempat dengan membayar biaya hingga Rp 350.000 per orang.
Namun jika tidak, kalian hanya perlu membayar semacam tiket masuk sebesar Rp 250.000
Itulah tadi cerita panjang seputar Desa Wae Rebo yang unik. Jadi apakah kalian tertarik untuk berkunjung?
Semoga bermanfaat!