Bisnis di sektor pariwisata, khususnya perhotelan semakin terpukul akibat adanya syarat pengetatan perjalanan.
Sebelumnya, orang ingin menumpangi kapal, kereta atau pesawat bisa menyertakan surat kesehatan atau hasil rapid antigen dengan waktu 3×24 jam. Tetapi saat ini, para penumpang harus wajib test antigen dengan jarak waktu 1×24 jam.
Aturan syarat perjalanan ini berlaku pada H-14 peniadaan mudik (22 April-5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18-24 Mei 2021).
Jika ada pengetatan pergerakan orang, hal ini pasti memukul para sektor pariwisata, karena dasar sektor pariwisata membutuhkan adanya pergerakan orang.
Tanggapan Pihak Perhimpunan Hotel terhadap Kebijakan
Pihak Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesi (PHRI) sudah memahami kebijkan pemerintah untuk mengetatkan syarat perjalanan demi mengantisipasi masyarakat yang mudik. Karena, pada umumnya akan banyak masyarakat yang mudik lebih awal. Tetapi, kebijakan pemerintah itu sangat tidak menguntungkan bagi para sektor pariwisata.
“Kalau berbicara di sektor pariwisata itu sangat tidak menguntungkan karena semua pergerakannya ‘kan sudah ditahan, otomatis potensi untuk peningkatan okupansi kan nggak akan ada lagi,” ucap Maulana Yusran selaku pihak PHRI.
Menurut Maulana Yusran, bahwa akan secara otomatis spending kegiatan dari nasional ke daerah itu akan menurun sangat drastis. Tentu, pastinya akan memiliki dampak yang signifikan dan lebih berat dari tahun lalu.
Bisnis pariwisata yang termasuk hotel telah memberlakukan protokol kesehatan. Namun, akibat banyaknya masyarakat yang mengabaikan prokes dalam kegiatan sehari-harinya, para pebisnis-lah yang menjadi korban atas pemberlakuan pengetatan perjalanan.
“Nah, kita sampai kapanpun kita nggak akan pernah bisa selesaikan masalah ini. Jadi kalau di sini kan yang kena dampaknya sektor-sektor tertentu yang mengandalkan pergerakan kan, yang jadi korban. Sementara ada sektor-sektor lain yang sebenarnya bisa dikonversikan atau ditransformasikan ke digital itu tidak dilakukan,” ucap Maulana Yusran.
Maulana juga menyarankan agar kegiatan yang bisa dilakukan secara virtual untuk tetap melaksanakan kegiatannya secara daring, seperti sekolah. Karena sekolah tidak memerlukan adanya pergerakan, tidak seperti sektor-sektor pariwisata yang membutuhkan adanya pergerakan orang dari satu destinasi ke destinasi yang lainnya.