Di antara himpitan hotel dan hostel Instagram-able di kota Bandung, hingga saat ini Hotel Savoy Homann masih berdiri dengan gagah. Arsitektur art-deco di hotel yang berada di Jalan Asia Afrika terlihat mencolok di tengah kepungan hutan beton bergaya modern di Paris van Java.
Di hotel bintang lima tersebut, Ir. Soekarno seringkali bermalam saat berkunjung ke Bandung. Dalam ruangan tersebut terdapat dua kamar tidur. Kamar utama yang ditempati Presiden Soekarno menghadap langsung Jalan Asia Afrika.
Dari balkon kamar, bisa terlihat jelas Gedung Soeciteit Concordia (sekarang Gedung Merdeka), yang dulunya yang menjadi tempat kongko para kaum elit Belanda. Kemewahan juga terasa hingga kamar mandi. Kamar mandi utama, terdapat satu jacuzzi lengkap dengan peralatan mandi lainnya.
Di samping kamar utama, terdapat ruang keluarga dengan bangku-bangku kayu saling berhadapan. Sedangkan pojok ruang keluarga juga masih berdiri meja yang biasa dipakai Presiden Soekarno untuk mengerjakan urusan-urusan negara.
Untuk bermalam di Kamar Soekarno, tamu bisa merogoh kocek Rp5,5 juta per malam. Khusus untuk kamar ini, perlu pemesanan dari jauh hari. Harga kamar yang ditawarkan hotel bersejarah ini pun agak tidak ramah di kantong.
Jika menginap di Savoy Homann bukan pada masa liburan, maka kesan sepi dan kosong akan menyelimuti selama di hotel ini. Suasana sepi ini juga sebagai salah satu yang ditawarkan Savoy Homann kepada pengunjung untuk menambah kesan eksklusif.
Sejarah Hotel Savoy homann
Hotel Savoy Homann didirikan oleh pengusaha berkebangsaan Inggris, Adolf Homann, pada tahun 1872. Sebelum bernama Savoy Homann, tempat penginapan ini bernama Hotel Post Road, karena berada di depan Jalan Raya Post yang dibangun Gubernur Hindia Belanda William H Daendels.
Saat pertama kali dibangun, tempat penginapan ini tidak langsung berarsitektur megah. Bangunan awalnya hanya berbentuk rumah panggung beratap rumbia dan berdinding anyaman bambu. Bangunan tersebut memang diperuntukkan untuk penginapan orang Belanda yang berkunjung ke Bandung.
Pada tahun 1876 penginapan direnovasi total. Bangunannya dibuat bertembok batu.
Tempat penginapan ini kembali mengalami renovasi pada tahun 1920 oleh arsitek Belanda Albert Aalbers. Aalbers dikenal sebagai arsitek dengan gaya Streamline Art-Deco yang khas dengan ciri melengkung, penanda modernisme pada awal abad 20.
Karya arsitekturnya juga elegan, oleh karena itu, pemerintah Belanda mempercayakan dirinya untuk membangun hotel dan vila di Bandung. Gaya arsitektur Aalbers disebut menginspirasi arsitektur dunia, seperti Frank Lloyd Wright dan Le Corbusier.
Setelah selesai direnovasi, Hotel Post Road kemudian berganti nama menjadi Grand Hotel Homann pada 1930 dan dikelola oleh Fr. J. A van Es. Pada masa itu, Grand Hotel Homann menjadi satu-satunya hotel eksklusif dan ternama, karena hanya bisa ditempati oleh kelompok elit Belanda.
Pada 1953 R.M.H Saddak membeli saham mayoritas Grand Hotel Homann yang dikelola oleh Ny. Van Es van de Brink. Ny. van de Brink mengalami duka mendalam akibat kematian suaminya, Fr. J. A van Es hingga kemudian kembali ke Belanda dan menjual saham Grand Hotel Homann.
Setelah Indonesia merdeka, Grand Hotel Homann berubah nama menjadi Hotel Savoy Homann. Pada tahun 1955, Hotel Savoy Homann menjadi tempat menginap tamu-tamu penting Konferensi Asia-Afrika (KAA).
Saat ini Hotel Savoy Homann merupakan bangunan Cagar Budaya kelas A yang mendapat perhatian khusus oleh Kementerian Kebudayaan dan Tim Cagar Budaya Kota Bandung. Renovasi Hotel Savoy Homann tidak boleh mengubah gaya utama arsitektur art-deco, terutama bangunan depan gedungnya.