Bali, yang dikenal sebagai “Pulau Dewata,” telah lama menjadi destinasi wisata utama di Indonesia. Dengan keindahan alam, budaya yang kaya, dan keramahan masyarakatnya, Bali menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya. Namun, belakangan ini, maraknya pembangunan hotel dan akomodasi baru di Bali menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengelola penginapan tradisional. Pemerintah daerah disebut-sebut “obral” izin pembangunan hotel, menciptakan persaingan yang semakin ketat di sektor pariwisata.
Maraknya Pembangunan Hotel Baru
Dalam beberapa tahun terakhir, Bali mengalami lonjakan pembangunan hotel berbintang dan resort mewah. Data dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali menunjukkan bahwa puluhan izin pembangunan hotel baru telah diterbitkan, terutama di kawasan wisata populer seperti Kuta, Seminyak, Ubud, dan Nusa Dua. Hal ini didorong oleh tingginya permintaan akomodasi dari wisatawan domestik maupun mancanegara.
Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi, pembangunan hotel baru dianggap dapat meningkatkan kapasitas akomodasi dan mendongkrak pendapatan daerah. Di sisi lain, pengelola penginapan tradisional, seperti homestay, villa, dan guesthouse, merasa terancam dengan persaingan yang semakin ketat.
Tantangan bagi Pengelola Penginapan Tradisional
Bagi pengelola penginapan tradisional, maraknya pembangunan hotel baru menjadi tantangan besar. Mereka harus bersaing dengan hotel-hotel besar yang menawarkan fasilitas lengkap dan harga yang kompetitif. “Kami merasa kewalahan. Hotel-hotel besar punya budget besar untuk promosi dan fasilitas mewah. Sementara kami hanya mengandalkan pelayanan personal dan suasana yang lebih intim,” ujar Wayan, seorang pengelola homestay di Ubud.
Selain itu, banyak penginapan tradisional yang kesulitan memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah, seperti sertifikat keselamatan dan kesehatan. Hal ini membuat mereka semakin tertinggal dalam persaingan.
Dari data yang dimiliki PHRI Bali, saat ini di Pulau Dewata memiliki lebih dari 3.500 hotel dengan kapasitas kamar sekitar 146 ribu kamar. Okupansi hotel di Bali tidak pernah mencapai persentase ideal selama 2010 hingga 2024.Selama 14 tahun terakhir rata-rata okupansi hotel hanya berkisar antara 60% hingga 62%. Adapun, tingkat rata-rata okupansi hotel idealnya adalah 70% hingga 75%. Dengan persentase keterisian itu, hotel mampu menjalankan operasional dengan baik.
Persaingan Harus Dihadapi
Meski menghadapi tantangan, banyak pengelola penginapan tradisional yang berusaha beradaptasi. Mereka menyadari bahwa persaingan adalah bagian dari bisnis pariwisata. “Kami tidak bisa menghindari persaingan. Yang bisa kami lakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan dan menawarkan pengalaman yang unik kepada tamu,” kata Ketut, pemilik guesthouse di Seminyak.
Beberapa penginapan tradisional mulai mengadopsi konsep ramah lingkungan, seperti menggunakan energi terbarukan dan mengurangi limbah plastik, untuk menarik wisatawan yang peduli terhadap keberlanjutan. Selain itu, mereka juga memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan usaha mereka secara lebih efektif.
Perlunya Regulasi yang Seimbang
Maraknya pembangunan hotel baru di Bali juga memicu kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial. Banyak pihak menyerukan agar pemerintah lebih selektif dalam menerbitkan izin pembangunan, dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kepentingan masyarakat lokal.
“Pemerintah harus menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan. Jangan sampai Bali kehilangan daya tariknya karena terlalu padat dan tidak terkelola dengan baik,” ujar seorang aktivis lingkungan di Bali.
Masa Depan Pariwisata Bali
Ke depan, Bali perlu menemukan keseimbangan antara pembangunan infrastruktur pariwisata dan pelestarian budaya serta lingkungan. Pengelola penginapan tradisional dan hotel besar harus bisa bersinergi untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan.
“Persaingan memang berat, tapi ini adalah bagian dari dinamika bisnis. Yang penting, kita harus terus berinovasi dan menjaga kearifan lokal Bali sebagai daya tarik utama,” pungkas Wayan.
Dengan langkah-langkah yang tepat, Bali diharapkan tetap menjadi destinasi wisata unggulan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga warisan budaya dan alamnya untuk generasi mendatang.